Perkembangan
standar profesi etika audit
Tahun 1972, pertama kalinya ikatan Akuntan Indonesia
berhasil menerbitkan Norma Pemeriksaan Akuntan, yang disahkan dalam
Kongres ke III Ikatan Akuntan Indonesia. Norma Pemeriksaan Akuntan tersebut
mencakup tanggung jawab akuntan publik, unsur-unsur norma pemeriksaan akuntan
yang antara lain meliputi: pengkajian dan penilaian pengendalian intern, bahan
pembuktian dan penjelasan informatif, serta pembahasan mengenai peristiwa
kemudian, laporan khusus dari berkas pemeriksaan. Pada Kongres IV Ikatan
Akuntan Indonesia tanggal 25-26 Oktober 1982, Komisi Norma Pemeriksaan Akuntan
mengusulkan agar segera dilakukan penyempurnaan atas buku Norma Pemeriksaan
Akuntan yang lama, dan melengkapinya dengan serangkaian suplemen yang merupakan
penjabaran lebih lanjut norma tersebut. Untuk melaksanakan tugas tersebut,
telah dibentuk Komite Norma Pemeriksaan Akuntan yang baru untuk periode
kepengurusan 1982-1986, yang anggotanya berasal dari unsur-unsur akuntan
pendidik, akuntan publik dan akuntan pemerintah. Komite ini telah menyelesaikan
konsep Norma Pemeriksaan Akuntan yang disempurnakan pada tanggal 11 Maret 1984.
Pada tanggal 19 April 1986, Norma Pemeriksaan Akuntan yang telah diteliti dan
disempurnakan oleh Tim Pengesahan, disahkan oleh Pengurus Pusat Ikatan Akuntan
Indonesia sebagai norma pemeriksaan yang berlaku efektif selambat-lambatnya
untuk penugasan pemeriksaan atas laporan keuangan yang diterima setelah tanggal
31 Desember 1986. Tahun 1992, Ikatan Akuntan Indonesia menerbitkan Norma
Pemeriksaan Akuntan, Edisi revisi yang memasukkan suplemen No.1 sampai dengan
No.12 dan interpretasi No.1 sampai dengan Nomor.2. Dalam Kongres ke
VII Ikatan Akuntan Indonesia tahun 1994, disahkan Standar Profesional Akuntan
Publik yang secara garis besar berisi:
1. Uraian mengenai standar profesional akuntan publik.
2. Berbagai pernyataan standar auditing yang telah
diklasifikasikan.
3. Berbagai pernyataan standar atestasi yang telah
diklasifikasikan.
4. Pernyataan jasa akuntansi dan review.
5. Pertengahan tahun 1999 Ikatan Akuntan Indonesia merubah nama
Komite Norma
Pemeriksaan Akuntan menjadi Dewan Standar Profesional
Akuntan Publik. Selama tahun 1999 Dewan melakukan perubahan atas Standar
Profesional Akuntan Publik per 1 Agustus 1994 dan menerbitkannya dalam buku
yang diberi judul “Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Januari 2001”.
Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Januari 2001 terdiri dari lima
standar, yaitu:
1. Pernyataan Standar Auditing (PSA) yang dilengkapi dengan
Interpretasi Pernyataan Standar Auditing (IPSA).
2. Pernyataan Standar Atestasi (PSAT) yang dilengkapi dengan
Interpretasi Pernyataan Standar Atestasi (IPSAT).
3. Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (PSAR) yang
dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review
(IPSAR).
4. Pernyataan Standar Jasa Konsultasi (PSJK) yang
dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Jasa Konsultasi (IPSJK).
5. Pernyataan Standar Pengendalian Mutu (PSPM) yang dilengkapi
dengan Interpretasi Pernyataan Standar Pengendalian Mutu (IPSM). Selain kelima
standar tersebut masih dilengkapi dengan Aturan Etika Kompartemen Akuntan
Publik yang merupakan aturan normal yang wajib dipenuhi oleh akuntan publik.
C. TIPE STANDAR PROFESIONAL
1. Standar Auditing
Standar Auditing adalah sepuluh standar yang ditetapkan dan
disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI),
yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar
pelaporan beserta interpretasinya. Standar auditing merupakan pedoman audit
atas laporan keuangan historis. Standar
auditing terdiri atas sepuluh standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan
Standar Auditing (PSA). Dengan demikian PSA merupakan penjabaran lebih
lanjut masing-masing standar yang tercantum di dalam standar auditing. Di Amerika
Serikat, standar auditing semacam ini disebut Generally Accepted Auditing Standards (GAAS)
yang dikeluarkan oleh the American Institute of Certified Public Accountants (AICPA).
A. PERNYATAAN STANDAR AUDITING (PSA)
PSA merupakan penjabaran lebih lanjut dari masing-masing
standar yang tercantum didalam standar auditing. PSA berisi ketentuan-ketentuan
dan pedoman utama yang harus diikuti oleh Akuntan
Publik dalam melaksanakan penugasan audit. Kepatuhan terhadap
PSA yang diterbitkan oleh IAPI ini bersifat wajib bagi seluruh anggota IAPI.
Termasuk didalam PSA adalah Interpretasi Pernyataan Standar Auditng (IPSA),
yang merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan oleh IAPI terhadap
ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh IAPI dalam PSA. Dengan demikian, IPSA
memberikan jawaban atas pernyataan atau keraguan dalam penafsiran
ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam PSA sehingga merupakan perlausan lebih
lanjut berbagai ketentuan dalam PSA. Tafsiran resmi ini bersifat mengikat bagi seluruh
anggota IAPI, sehingga pelaksanaannya bersifat wajib.
B. STANDAR UMUM
1) Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang
memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
2) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam
sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
3) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor
wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
C. STANDAR PEKERJAAN LAPANGAN
1) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika
digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
2) Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh unutk merencanakan audit dan
menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
3) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk
menyatakan pendapat atas laporan keungan yang diaudit.
D. STANDAR PELAPORAN
1) Laporan auditor harus
menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2) Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada,
ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan
keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi
tersebut dalam periode sebelumnya.
3) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus
dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
4) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat
mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan
demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat
diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan
dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas
mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat
tanggung jawab yang dipikul oleh auditor
2. Standar Atestasi
Atestasi (attestation) adalah suatu
pernyataan pendapat atau pertimbangan yang diberikan oleh seorang yang
independen dan kompeten yang menyatakan apakah asersi (assertion) suatu entitas
telah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Asersi adalah suatu
pernyataan yang dibuat oleh satu pihak yang dimaksudkan untuk digunakan oleh
pihak lain, contoh asersi dalam laporan keuangan historis adalah adanya
pernyataan manajemen bahwa laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum.
Standar atestasi membagi tiga tipe perikatan
atestasi (1) pemeriksaan (examination), (2) review, dan (3) prosedur yang
disepakati (agreed-upon procedures).
a. Standar umum
1) Perikatan harus dilaksanakan oleh seorang
praktisi atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup dalam
fungsi atestasi
2) Perikatan harus dilaksanakan oleh seorang praktisi
atau lebih yang memiliki pengetahuan cukup dalam bidang yang bersangkutan
dengan asersi
3) Praktisi harus melaksanakan perikatan hanya
jika ia memiliki alasan untuk meyakinkan dirinya bahwa kedua kondisi berikut
ini ada:
Asersi dapat dinilai dengan kritera rasional,
baik yang telah ditetapkan oleh badan yang diakui atau yang dinyatakan dalam
penyajian asersi tersebut dengan cara cukup jelas dan komprehensif bagi pembaca
yang diketahui mampu memahaminya. Asersi
tersebut dapat diestimasi atau diukur secara konsisten dan rasional dengan
menggunakan kriteria tersebut.
4) Dalam semua hal yang bersangkutan dengan
perikatan, sikap mental independen harus dipertahankan oleh praktisi
5) Kemahiran profesional harus selalu
digunakan oleh praktisi dalam melaksanakan perikatan, mulai dari tahap
perencanaan sampai dengan pelaksanaan perikatan tersebut
b. Standar pekerjaan lapangan
1) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya
dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya
2) Bukti yang cukup harus diperoleh untuk
memberikan dasar rasional bagi simpulan yang dinyatakan dalam laporan
c. Standar pelaporan
1) Laporan harus menyebutkan asersi yang
dilaporkan dan menyatakan sifat perikatan atestasi yang bersangkutan
2) Laporan harus menyatakan simpulan praktisi
mengenai apakah asersi disajikan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
atau kriteria yang dinyatakan dipakai sebagai alat pengukur
3) Laporan harus menyatakan semua keberatan
praktisi yang signifikan tentang perikatan dan penyajian asersi
4) Laporan suatu perikatan untuk mengevaluasi
suatu asersi yang disusun berdasarkan kriteria yang disepakati atau berdasarkan
suatu perikatan untuk melaksanakan prosedur yang disepakati harus berisi suatu
pernyataan tentang keterbatasan pemakaian laporan hanya oleh pihak-pihak yang
menyepakati kriteria atau prosedur tersebut
3. Standar Jasa Akuntansi dan Review
Standar jasa akuntansi dan review memberikan rerangka untuk fungsi non-atestasi bagi
jasa akuntan publik yang mencakup jasa akuntansi dan review. Sifat pekerjaan
non-atestasi tidak menyatakan pendapat, hal ini sangat berbeda dengan tujuan audit atas laporan keuangan yang dilaksanakan sesuai dengan standar auditing. Tujuan audit adalah untuk memberikan dasar memadai untuk
menyatakan suatu pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan, sedangkan dalam pekerjaan
non-atestasi tidak dapat dijadikan dasar untuk menyatakan pendapat akuntan.
Jasa akuntansi yang diatur dalam standar ini antara lain:
a. Kompilasi laporan keuangan – penyajian informasi-informasi
yang merupakan pernyataan manajemen (pemilik) dalam bentuk laporan keuangan
b. Review atas laporan keuangan - pelaksanaan prosedur
permintaan keterangan dan analisis yang menghasilkan dasar memadai bagi akuntan
untuk memberikan keyakinan terbatas, bahwa tidak terdapat modifikasi material
yagn harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan tersebut sesuai denganprinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia
c. Laporan keuangan komparatif – penyajian informasi dalam
bentuk laporan keuangan dua periode atau lebih yang disajikan dalam bentuk
berkolom.
4. Standar Jasa Konsultansi
Standar Jasa Konsultansi merupakan panduan bagi
praktisi (akuntan publik) yang menyediakan jasa konsultansi bagi kliennya melalui kantor akuntan
publik. Dalam jasa konsultansi, para
praktisi menyajikan temuan, kesimpulan dan rekomendasi. Sifat dan lingkup
pekerjaan jasa konsultansi ditentukan oleh perjanjian antara praktisi dengan
kliennya. Umumnya, pekerjaan jasa konsultansi dilaksanakan untuk kepentingan klien.
Jasa konsultansi dapat berupa:
a. Konsultasi (consultation)
– memberikan konsultasi atau saran profesional(profesional advise)
berdasarkan pada kesepakatan bersama dengan klien.
Contoh
jenis jasa ini adalah review dan
komentar terhadap rencana bisnis buatan klien
b. Jasa pemberian saran profesional (advisory services) - mengembangkan temuan, kesimpulan, dan
rekomendasi untuk dipertimbangkan dan diputuskan oleh klien.
Contoh
jenis jasa ini adalah pemberian bantuan dalam proses perencanaan strategik
c. Jasa implementasi - mewujudkan rencana kegiatan menjadi
kenyataan.
Sumber
daya dan personel klien digabung dengan sumber daya dan personel praktisi untuk
mencapai tujuan implementasi. Contoh jenis jasa ini adalah penyediaan jasa
instalasi sistem komputer dan jasa pendukung yang berkaitan.
d. Jasa transaksi - menyediakan jasa yang berhubungan dengan
beberapa transaksi khusus klien yang umumnya dengan pihak ketiga.
Contoh
jenis jasa adalah jasa pengurusan kepailitan.
e. Jasa penyediaan staf dan jasa pendukung lainnya -
menyediakan staf yang memadai (dalam hal kompetensi dan jumlah) dan kemungkinan
jasa pendukung lain untuk melaksanakan tugas yang ditentukan oleh klien. Staf
tersebut akan bekerja di bawah pengarahan klien sepanjang keadaan mengharuskan demikian.
Contoh
jenis jasa ini adalah menajemen fasilitas pemrosesan data
f. Jasa produk - menyediakan bagi klien suatu produk dan jasa
profesional sebagai pendukung atas instalasi, penggunaan, atau pemeliharaan
produk tertentu.
Contoh
jenis jasa ini adalah penjualan dan penyerahan paket program pelatihan,
penjualan dan implementasi perangkat lunak komputer
5. Standar Pengendalian Mutu
Standar Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik (KAP)
memberikan panduan bagi kantor akuntan
publik di dalam melaksanakan
pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh kantornya dengan mematuhi
berbagai standar yang diterbitkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan
Publik Institut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP IAPI) dan Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang diterbitkan oleh IAPI.
Unsur-unsur pengendalian mutu yang harus harus diterapkan
oleh setiap KAP pada semua jenis jasa audit,
atestasi dan konsultansi meliputi:
a. Independensi – meyakinkan semua personel pada setiap tingkat
organisasi harus mempertahankan independensi
b. Penugasan personel – meyakinkan bahwa perikatan akan
dilaksanakan oleh stafprofesional yang memiliki tingkat pelatihan dan keahlian teknis
untuk perikatan dimaksud
c. Konsultasi – meyakinkan bahwa personel akan memperoleh
informasi memadai sesuai yang dibutuhkan dari orang yang memiliki tingkat
pengetahuan, kompetensi, pertimbangan (judgement),
dan wewenang memadai
d. Supervisi – meyakinkan bahwa pelaksanaan perikatan memenuhi
standar mutu yang ditetapkan oleh KAP
e. Pemekerjaan (hiring)
– meyakinkan bahwa semua orang yang dipekerjakan memiliki karakteristik
semestinya, sehingga memungkinkan mereka melakukan penugasan secara kompeten
f. Pengembangan profesional – meyakinkan bahwa setiap personel
memiliki pengetahuan memadai sehingga memungkinkan mereka memenuhi tanggung
jawabnya. Pendidikan profesional berkelanjutan dan pelatihan merupakan wahana
bagi KAP untuk memberikan pengetahuan memadai bagi personelnya untuk memenuhi
tanggung jawab mereka dan untuk kemajuan karier mereka di KAP
g. Promosi (advancement)
– meyakinkan bahwa semua personel yang terseleksi untuk promosi memiliki
kualifikasi seperti yang disyaratkan untuk tingkat tanggung jawab yang lebih
tinggi.
h. Penerimaan dan keberlanjutan klien – menentukan apakah
perikatan dari klien akan diterima atau dilanjutkan untuk meminimumkan
kemungkinan terjadinya hubungan dengan klien yang manajemennya tidak memiliki
integritas berdasarkan pada prinsip pertimbangan kehati-hatian (prudence).
i. Inspeksi – meyakinkan bahwa prosedur yang berhubungan dengan
unsur-unsur lain pengendalian mutu telah diterapkan dengan efektif
D. KODE ETIK/KOMITMEN PROFESI AKUNTAN PUBLIK
Sehubungan dengan perkembangan yang terjadi dalam tatanan
global dan tuntutan transparansi dan akuntabilitas yang lebih besar atas
penyajian Laporan Keuangan, IAPI merasa adanya suatu kebutuhan untuk melakukan
percepatan atas proses pengembangan dan pemutakhiran standar profesi yang ada
melalui penyerapan Standar Profesi International. Sebagai langkah awal
IAPI telah menetapkan dan menerbitkan Kode Etik Profesi Akuntan Publik,
yang berlaku efektif tanggal 1 Januari 2010. Untuk Standar
Profesional Akuntan Publik, Dewan Standar Profesi sedang dalam proses
“adoption” terhadap International Standar on Auditing yang direncanakan
akan selesai di tahun 2010, berlaku efektif 2011.
Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang baru saja diterbitkan
oleh IAPI menyebutkan 5 prinsip-prinsip dasar etika profesi, yaitu:
1. Prinsip Integritas
Prinsip integritas mewajibkan setiap praktisi untuk tegas,
jujur, dan adil dalam hubungan profesional dan hubungan bisnisnya.
Praktisi
tidak boleh terkait dengan laporan, komunikais atau informasi lainnya yang
diyakininya terdapat :
a) Kesalahan material atau pernyataan yang menyesatkan;
b) Pernyataan atau informasi yang diberikan secara tidak
hati-hati; atau
c) Penghilangan atau penyembunyian yang dapat menyesatkan atas
informasi yang seharusnya diungkapkan.
2. Prinsip Objektivitas
Prinsip objektivitas mengharuskan praktisi untuk tidak
membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan atau pengaruh yang tidak layak
dari pihak-pihak lain memengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan
bisnisnya. Praktisi mungkin dihadapkan pada situasi yang dapat mengurangi
objektivitasnya. Karena beragam situasi tersebut, tidak mungkin untuk mendefinisikan
setiap situasi tersebut. setiap praktisi harus menghindari setiap hubungan yang
bersifat subjektif atau yang dapat mengakibatkan pengaruh yang tidak layak
terhadap pertimbangan profesionalnya.
3. Prinsip Kompetensi serta Sikap Kecermatan dan Kehati-hatian
Profesional
Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian
profesional mewajibkan setiap praktisi untuk :
a) Memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang
dibutuhkan untuk menjamin pemberian jasa profesional yang kompeten kepada klien
atau pemberi kerja; dan
b) Menggunakan kemahiran profesionalnya dengan saksama sesuai
dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa
profesionalnya.
Pemberian jasa profesional yang kompeten membutuhkan
pertimbangan yang cermat dalam menerapkan pengetahuan dan keahlian profesional.
Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi dua tahap yang terpisah sebagai
berikut :
a) Pencapaian kompetensi profesional; dan
b) Pemeliharaan kompetensi profesional
Pemeliharaan kompetensi profesional membutuhkan kesadaran
pemahaman yang berkelanjutan terhdap perkembangan teknis profesi dan
perkembangan bisnis yang relevan. Pengembangan dan pendidikan profesional yang
berkelanjutan sangat diperlukan untuk meningkatkan dan memelihara kemampuan
Praktisi agar dapat melaksanakan pekerjaannya secara kompeten dalam lingkungan
profesional.
Sikap
kecermatan dan kehati-hatian profesional mengharuskan setiap praktisi untuk
bersikap dan bertindak secara hati-hati, menyeluruh dan tepat waktu sesuai
dengan persyaratan penugasan.
Setiap praktisi harus memastikan tersedianya pelatihan dan
penyeliaan yang tepat bagi mereka yang bekerja di bawah wewenangnya dalam
kapasitas profesional.
Praktisi
harus menjelaskan keterbatasan jasa profesional yang diberikan kepada klien,
pemberi kerja, atau pengguna jasa profesional lainnya untuk menghindari
terjadinya kesalahtafsiran atas pernyataan pendapat yang terkait dengan jasa
profesional yang diberikan.
4. Prinsip Kerahasiaanan
Prinsip kerahasiaan mewajibkan setiap praktisi untuk tidak
melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :
a. Mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh
dari hubungan profesional dan hubungan bisnis kepada pihak di luar KAP atau
jaringan KAP tempatnya bekerja tanpat adanya wewenang khusus, kecuali jika
terdapat kewajiban untuk mengungkapkannya sesuai dengan ketentuan hukum atau
peraturan lainnya yang berlaku; dan
b. Menggunakan informasi yang bersifat rahasian yang diperoleh
dari hubungan profesional dan hubungan bisnis untuk keuntungan pribadi atau
pihak ketiga.
Setiap praktisi harus tetap menjaga prinsip kerahasiaan,
termasuk dalam lingkungan sosialnya. Setiap praktisi harus waspada terhadap
kemungkinan pengungkapan yang tidak disengaja, terutama dalam situasi yang
melibatkan hubungan jangka panjang dengan rekan bisnis maupun anggota keluarga
langsung atau anggota keluarga dekatnya.
Setiap
praktisi harus menjaga kerahasiaan informasi yang diungkapkan oleh calon klien
atau pemberi kerja harus mempertimbangkan pentingnya kerahasiaan
informasi terjaga dalam KAP atau jaringan KAP tempatnya bekerja.
Setiap praktisi harus menerapkan semua prosedur yang
dianggap perlu untuk memastikan terlaksananya prinsip kerahasiaan oleh mereka
yang bekerja di bawah wewenangnya, serta pihak lain yang memberkan saran dan
bantuan profesionalnya.
Kebutuhan untuk mematuhi prinsip kerahasiaan terus
berlanjut, bahkan setelah berakhirnya hubungan antara praktisi dengan klien
atau pemberi kerja. Ketika berpindah kerja atau memperoleh klien baru, praktisi
berhak untuk menggunakan pengalaman yang diperolehnya sebelumnya. Namun
demikian, praktisi tetap tidak boleh menggunakan atau mengungkapkan
setiap informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh sebelumnya dari hubungan
profesional atau hubungan bisnis.
Situasi-situasi yang mungkin mengharuskan praktisi untuk
mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia atau ketika pengungkapan tersebut
dianggap tepat :
a. Pengungkapan yang diperbolehkan oleh hukum dan disetujui oleh
klien atau pemberi kerja;
b. Pengungkapan yang diharuskan oleh hukum, sebagai contoh :
(i) Pengungkapan dokumen atau bukti lainnya dalam sidang
pengadilan; atau
(ii) Pengungkapan kepada otoritas publik yang tepat mengenai
suatu pelanggaran hukum; dan
c. Pengungkapan yang terkait dengan kewajiban profesional untuk
mengungkapan, selama tidak dilarang oleh ketentuan hukum :
(i) Dalam mematuhi pelaksanaan penelaahan mutu yang dilakukan
oleh organisasi profesi atau regulator;
(ii) Dalam menjawab pertanyaan atau investigasi yang dilakukan
oleh organisasi profesi atau regulator;
(iii) Dalam melindungi kepentingan profesional praktisi dalam
sidang pengadilan; atau
(iv) Dalam mematuhi standar profesi dan kode etik profesi yang
berlaku.
Dalam memutuskan untuk mengungkapkan informasi yang bersifat
rahasia, setiap praktisi harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a) Dirugikan tidaknya kepentingan semua pihak, termasuk pihak
ketiga, jika klien atau pemberi kerja mengizinkan pengungkapan informasi oleh
praktisi;
b) Diketahui tidaknya dan didukung tidaknya semua informasi
yang relevan. Ketika fakta atau kesimpulan tidak didukung bukti, atau ketika
informasi tidak lengkap, pertimbangan profesional harus digunakan untuk
menentukan jenis pengungkapan yang harus dilakukan; dan
c) Jenis komunikasi yang diharapkan dan pihak yang dituju.
Setiap praktisi harus memastikan tepat tidaknya pihak yang dituju dalam
komunikasi tersebut.
5. Prinsip
Perilaku Profesional
Prinsip perilaku profesional mewajibkan setiap praktisi
untuk mematuhi setiap ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku, serta
menghindari setiap tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Hal ini
mencakup setiap tindakan yang dapat mengakibatkan terciptanya kesimpulan yang
negatif oleh pihak ketiga yang rasional dan memiliki pengetahuan mengenai semua
informasi yang relevan, yang dapat menurunkan reputasi profesi.
Dalam
memasarkan dan mempromosikan diri dan pekerjaannya, setiap praktisi tidak boleh
merendahkan martabat profesi. Setiap praktisi harus bersikap jujur dan tidak
boleh bersikap atau melakukan tindakan :
a) Membuat pernyataan yang berlebihan mengenai jasa profesional
yang dapat diberikan, kualifikasi yang dimiliki atau pengalaman yang telah
diperoleh
b) Membuat pernyataan yang merendahkan atau melakukan
perbandingan yang tidak didukung bukti terhadap hasil perkerjaan praktisi lain.