dikala matahari tak bersinar
bintang dan bulan tak lagi menerangi kegelapan malam
dan tak ada lagi tanda kehidupan
mungkin hanya cinta
dan kasih sayang yang akan tampak
dan terlihat di muka bumi ini
creatde bya : widodo
Sabtu, 28 April 2012
Penanaman Modal Dalam Negeri
1.
Penanaman Modal Dalam Negeri
Penanaman Modal Dalam Negeri Adalah Kegiatan
Menanam Modal Untuk Melakukan Usaha Di Wilayah Negara Republik Indonesia Yang
Dilakukan Oleh Penanam Modal Dalam Negeri Dengan Menggunakan Modal Dalam
Negeri.
Ketentuan Mengenai Penanaman Modal Diatur
Didalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2005 Tentang Penanaman Modal
Penanam Modal Negeri Dapat Dilakukan Oleh
Perseorangan Warga Negara Negeri, Badan Usaha Negeri, Dan/Atau Pemerintah
Negeri Yang Melakukan Penanaman Modal Di Wilayah Negara Republik Indonesia.
Kegiatan Usaha Usaha Atau Jenis Usaha Terbuka Bagi Kegiatan Penanaman Modal,
Kecuali Bidang Usaha Atau Jenis Usaha Yang Dinyatakan Tertutup Dan Terbuka
Dengan Persyaratan Dan Batasan Kepemilikan Modal Negeri Atas Bidang Usaha Perusahaan
Diatur Didalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 Tentang Perubahan Daftar
Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di
Bidang Penanaman Modal.
Perusahaan Penanaman Modal Negeri Mendapatkan
Fasilitas Dalam Bentuk :
-
Pajak Penghasilan Melalui
Pengurangan Penghasilan Netto Sampai Tingkat Tertentu Terhadap Jumlah Penanaman
Modal Yang Dilakukan Dalam Waktu Tertentu;
-
Pembebasan Atau Keringanan
Bea Masuk Atas Impor Barang Modal, Mesin, Atau Peralatan Untuk Keperluan
Produksi Yang Belum Dapat Diproduksi Di Dalam Negeri;
-
Pembebasan Atau Keringanan
Bea Masuk Bahan Baku Atau Bahan Penolong Untuk Keperluan Produksi Untuk Jangka
Waktu Tertentu Dan Persyaratan Tertentu;
-
Pembebasan Atau Penangguhan
Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor Barang Modal Atau Mesin Atau Peralatan Untuk
Keperluan Produksi Yang Belum Dapat Diproduksi Di Dalam Negeri Selama Jangka
Waktu Tertentu;
-
Penyusutan Atau Amortisasi
Yang Dipercepat; Dan
-
Keringanan Pajak Bumi Dan
Bangunan, Khususnya Untuk Bidang Usaha Tertentu, Pada Wilayah Atau Daerah Atau
Kawasan Tertentu.
Kriteria Perusahaan Penanaman Modal Negeri Yang
Mendapatkan Fasilitas Antara Lain :
-
Menyerap Banyak Tenaga
Kerja
-
Termasuk Skala Prioritas
Tinggi
-
Termasuk Pembangunan
Infrastruktur
-
Melakukan Alih Teknologi
-
Melakukan Industri Pionir
-
Berada Di Daerah Terpencil,
Daerah Tertinggal, Daerah Perbatasan, Atau Daerah Lain Yang Dianggap Perlu
-
Menjaga Kelestarian
Lingkungan Hidup
-
Melaksanakan Kegiatan
Penelitian, Pengembangan, Dan Inovasi
-
Bermitra Dengan Usaha
Mikro, Kecil, Menengah Atau Koperasi
-
Industri Yang Menggunakan
Barang Modal Atau Mesin Atau Peralatan Yang Diproduksi Didalam Negeri.
2.
Penanaman Modal Asing
Penanaman Modal Asing
Adalah Kegiatan Menanam Modal Untuk Melakukan Usaha Di Wilayah Negara Republik
Indonesia Yang Dilakukan Oleh Penanam Modal Asing, Baik Yang Menggunakan Modal
Asing Sepenuhnya Maupun Yang Berpatungan Dengan Penanam Modal Dalam Negeri.
Ketentuan Mengenai
Penanaman Modal Diatur Didalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2005 Tentang
Penanaman Modal
Penanam Modal Asing
Dapat Dilakukan Oleh Perseorangan Warga Negara Asing, Badan Usaha Asing,
Dan/Atau Pemerintah Asing Yang Melakukan Penanaman Modal Di Wilayah Negara
Republik Indonesia. Kegiatan Usaha Usaha Atau Jenis Usaha Terbuka Bagi Kegiatan
Penanaman Modal, Kecuali Bidang Usaha Atau Jenis Usaha Yang Dinyatakan Tertutup
Dan Terbuka Dengan Persyaratan Dan Batasan Kepemilikan Modal Asing Atas Bidang
Usaha Perusahaan Diatur Didalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 Tentang
Perubahan Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka
Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.
Perusahaan Penanaman
Modal Asing Mendapatkan Fasilitas Dalam Bentuk :
-
Pajak
Penghasilan Melalui Pengurangan Penghasilan Netto Sampai Tingkat Tertentu
Terhadap Jumlah Penanaman Modal Yang Dilakukan Dalam Waktu Tertentu
-
Pembebasan
Atau Keringanan Bea Masuk Atas Impor Barang Modal, Mesin, Atau Peralatan Untuk
Keperluan Produksi Yang Belum Dapat Diproduksi Di Dalam Negeri
-
Pembebasan
Atau Keringanan Bea Masuk Bahan Baku Atau Bahan Penolong Untuk Keperluan
Produksi Untuk Jangka Waktu Tertentu Dan Persyaratan Tertentu
-
Pembebasan
Atau Penangguhan Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor Barang Modal Atau Mesin
Atau Peralatan Untuk Keperluan Produksi Yang Belum Dapat Diproduksi Di Dalam
Negeri Selama Jangka Waktu Tertentu
-
Penyusutan
Atau Amortisasi Yang Dipercepat
-
Keringanan
Pajak Bumi Dan Bangunan, Khususnya Untuk Bidang Usaha Tertentu, Pada Wilayah
Atau Daerah Atau Kawasan Tertentu.
Kriteria Perusahaan
Penanaman Modal Asing Yang Mendapatkan Fasilitas Antara Lain :
-
Menyerap
Banyak Tenaga Kerja
-
Termasuk
Skala Prioritas Tinggi
-
Termasuk
Pembangunan Infrastruktur
-
Melakukan
Alih Teknologi
-
Melakukan
Industri Pionir
-
Berada Di
Daerah Terpencil, Daerah Tertinggal, Daerah Perbatasan, Atau Daerah Lain Yang
Dianggap Perlu
-
Menjaga
Kelestarian Lingkungan Hidup
-
Melaksanakan
Kegiatan Penelitian, Pengembangan, Dan Inovasi
-
Bermitra
Dengan Usaha Mikro, Kecil, Menengah Atau Koperasi
-
Industri Yang
Menggunakan Barang Modal Atau Mesin Atau Peralatan Yang Diproduksi Didalam
Negeri.
Investasi
1. 1. Investasi
Berdasarkan teori ekonomi, investasi berarti pembelian (dan
produksi) dari modal barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk
produksi yang akan datang (barang produksi). Investasi adalah suatu komponen
dari PDB dengan rumus PDB = C + I + G + (X-M). Fungsi investasi pada aspek
tersebut dibagi pada investasi non-residential (seperti pabrik dan mesin) dan
investasi residential (rumah baru).
Suatu
pertambahan pada pendapatan akan mendorong investasi yang lebih besar, dimana
tingkat bunga yang lebih tinggi akan menurunkan minat untuk investasi
sebagaimana hal tersebut akan lebih mahal dibandingkan dengan meminjam uang.
Walaupun jika suatu perusahaan lain memilih untuk menggunakan dananya sendiri
untuk investasi, tingkat bunga menunjukkan suatu biaya kesempatan dari
investasi dana tersebut daripada meminjamkan untuk mendapatkan bunga.
2. 2. Peranan modal dalam meningkatkan PNB (Pendapatan Nasional Bruto)
Peranan modal dalam meningkatkan PNB adalah
kegiatan yang dilakukan penanam modal yang berhubungan dengan keuangan dan
ekonomi dengan harapan untuk mendapatkan keuntungan di masa depan.
Penanaman
modal berperan sebagai sarana investasi yang melibatkan seluruh potensi
masyarakat, baik yang berada di dalam negeri maupun luar negeri dengan cara
berinvestasi/penanaman modal dalam negeri dan modal itu dapat berupa modal
sendiri ataupun modal bersama.
Selain
itu, penanaman modal juga berperan sebagai sarana untuk mengukur
pembangunan suatu Negara dan juga pendapatan nasional bruto. Pendapatan nasional
dapat diartikan sebagai suatu angka atau nilai yang menggambarkan seluruh
produksi, pengeluaran, ataupun pendapatan yang dihasilkan dari semua pelaku
atau sektor ekonomi dari suatu Negara dalam kurun waktu tertentu.
Pendapatan
nasional sering digunakan sebagai indikator ekonomi dalam hal menentukan laju
tingkat perkembangan atau pertumbuhan perekonomian, mengukur keberhasilan suatu
Negara dalam mencapai tujuan pembangunan ekonominya, serta membandingkan
tingkat kesejahteraan masyarakat.
Oleh
karena itu, penanaman modal tersebut sangat berperan penting dalam meningkatkan
PNB karena semakin besar investasi yang dilakukan di suatu Negara maka tingkat
PNB Negara tersebut juga akan semakin baik yang menggambarkan semakin baik pula
tingkat kesehatan ekonomi suatu negara.
Inflasi dan Penangguran
Inflasi dan Penangguran
Pendahuluan
Dalam indikator ekonomi
makro ada tiga hal terutama yang menjadi pokok
permasalahan ekonomi makro. Pertama adalah masalah pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi dapat dikategorikan baik jika angka pertumbuhan positif
dan bukannya negatif. Kedua adalah masalah inflasi. Inflasi adalah indikator
pergerakan harga-harga barang dan jasa secara umum, yang secara bersamaan
juga berkaitan dengan kemampuan daya beli. Inflasi mencerminkan stabilitas
harga, semakin rendah nilai suatu inflasi berarti semakin besar adanya
kecenderungan ke arah stabilitas harga. Namun masalah inflasi tidak hanya
berkaitan dengan melonjaknya harga suatu barang dan jasa. Inflasi juga
sangat berkaitan dengan purchasing power atau daya beli dari masyaraka.
Sedangkan daya beli masyarakat sangat bergantung kepada upah riil. Inflasi
sebenarnya tidak terlalu bermasalah jika kenaikan harga dibarengi dengan
kenaikan upah riil. Masalah ketiga adalah pengangguran. Memang masalah
pengangguran telah menjadi momok yang begitu menakutkan khususnya di
negara-negara berkembang seperti di Indonesia. Negara berkembang seringkali
dihadapkan dengan besarnya angka pengangguran karena sempitnya lapangan
pekerjaan dan besarnya jumlah penduduk. Sempitnya lapangan pekerjaan
dikarenakan karena faktor kelangkaan modal untuk berinvestasi. Masalah
pengangguran itu sendiri tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang
namun juga dialami oleh negara-negara maju. Namun masalah pengangguran di
negara-negara maju jauh lebih mudah terselesaikan daripada di negara-negara
berkembang karena hanya berkaitan dengan pasang surutnya business cycle dan
bukannya karena faktor kelangkaan investasi, masalah ledakan penduduk,
ataupun masalah sosial politik di negara tersebut. Melalui artikel inilah
saya mencoba untuk mengangkat masalah pengangguran dengan segala dampaknya
di Indonesia yang menurut pengamatan saya sudah semakin memprihatinkan
terutama ketika negara kita terkena imbas dari krisis ekonomi sejak tahun
1997 .
permasalahan ekonomi makro. Pertama adalah masalah pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi dapat dikategorikan baik jika angka pertumbuhan positif
dan bukannya negatif. Kedua adalah masalah inflasi. Inflasi adalah indikator
pergerakan harga-harga barang dan jasa secara umum, yang secara bersamaan
juga berkaitan dengan kemampuan daya beli. Inflasi mencerminkan stabilitas
harga, semakin rendah nilai suatu inflasi berarti semakin besar adanya
kecenderungan ke arah stabilitas harga. Namun masalah inflasi tidak hanya
berkaitan dengan melonjaknya harga suatu barang dan jasa. Inflasi juga
sangat berkaitan dengan purchasing power atau daya beli dari masyaraka.
Sedangkan daya beli masyarakat sangat bergantung kepada upah riil. Inflasi
sebenarnya tidak terlalu bermasalah jika kenaikan harga dibarengi dengan
kenaikan upah riil. Masalah ketiga adalah pengangguran. Memang masalah
pengangguran telah menjadi momok yang begitu menakutkan khususnya di
negara-negara berkembang seperti di Indonesia. Negara berkembang seringkali
dihadapkan dengan besarnya angka pengangguran karena sempitnya lapangan
pekerjaan dan besarnya jumlah penduduk. Sempitnya lapangan pekerjaan
dikarenakan karena faktor kelangkaan modal untuk berinvestasi. Masalah
pengangguran itu sendiri tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang
namun juga dialami oleh negara-negara maju. Namun masalah pengangguran di
negara-negara maju jauh lebih mudah terselesaikan daripada di negara-negara
berkembang karena hanya berkaitan dengan pasang surutnya business cycle dan
bukannya karena faktor kelangkaan investasi, masalah ledakan penduduk,
ataupun masalah sosial politik di negara tersebut. Melalui artikel inilah
saya mencoba untuk mengangkat masalah pengangguran dengan segala dampaknya
di Indonesia yang menurut pengamatan saya sudah semakin memprihatinkan
terutama ketika negara kita terkena imbas dari krisis ekonomi sejak tahun
1997 .
Rumusan masalah
v Apa
pengertian inflasi ?
v Apa
penyebab inflasi ?
v Berdasarkan
apa penggolongan inflasi ?
v Apa
dampak positive dan negative inflasi ?
v Bagaimana
cara mengatasi inflasi ?
v Apa
peran bank sentral ?
v Apa
Pengertian pengangguran ?
v Apa
penyebab pengangguran ?
v Jenis
- jenis pengangguran ?
v Apa
dampak dari penangguran ?
v Bagai
mana cara mengatasi pengangguran ?
v Bagaimana
hubungan antara inflasi dan pengangguran?
Tujuan penulisan
v Mengetahui
pengertian inflasi
v Mengetahui
penyebab inflasi
v Mengetahui
penggolongan inflasi
v Mengetahui
dampak negative dan positive dari inflasi
v Mengetahui
cara mengatasi inflasi
v Mengetahui
peran bank sentral
v Mengetahui
Pengertian pengangguran
v Mengetahui
penyebab pengangguran
v Mengetahui
jenis – jenis pengangguran
v Mengetahui
dampak dari pengangguran
v Mengetahui
cara mengatasi pengangguran
v Mengetahui
hubungan antara inflasi dan pengangguran
Pengertian
inflasi
Inflasi adalah kecenderungan dari
harga-harga umum untuk menaik secara umum dan terus menerus atau juga dapat
dikatakan suatu gejala terus naiknya harga-harga barang dan berbagai faktor
produksi umum,secara terus-menerus dalam periode tertentu.Perlu diingat bahwa
kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi.
Penyebab inflasi
Inflasi
dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas,
uang, alat tukar) dan yang kedua adalah desakan
produksi dan distribusi , Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari
peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab
kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam
hal ini dipegang oleh Pemerintah seperti perpajakan, pungutan, insentif,
disinsentif, kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Inflasi
tarikan permintaan terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan
dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi
permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya
volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap
barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor
produksi. Meningkatnya permintaan
terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi
meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan
total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi ''full employment''
dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar
yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak
faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur
peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi
spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
Inflasi desakan
biaya terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan juga termasuk adanya
kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang
meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau
berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat
memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau
juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk
tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru
Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada
distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang
sangat penting.
Meningkatnya
biaya produksi dapat disebabkan 2 hal, yaitu :
kenaikan
harga, misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji, misalnya kenaikan gaji PNS
akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.
Penggolongan inflasi
1.
Berdasarkan Parah Tidaknya Inflasi
-
Inflasi
Ringan (Di bawah 10% setahun)
-
Inflasi
Sedang (antara 10-30% setahun)
-
Inflasi
Berat ( antara 50-100% setahun)
-
Hiper
Inflasi (di atas 100% setahun)
2. Berdasar asal dari inflasi
-
Domestic
Inflatuon, Inflasi yang berasal dari dalam negeri
-
Imported
Inflation, Inflasi yang berasal dari luar negeri
Dampak dari
inflasi
Dampak Postitif Inflasi
Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai
pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu
meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja,
menabung dan mengadakan investasi.
Bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi menguntungkan,
karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah
dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang
meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih
rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan
bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi.
Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya
(biasanya terjadi pada pengusaha besar).
Dampak Negatif Inflasi
Pada saat terjadi inflasi tak terkendali
(hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan
lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan
investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima
pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh
juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka
menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Cara Mengatasi inflasi
1. Kebijakan
Moneter
Kebijakan
moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional
dengan cara mengubah jumlah uang yang beredar. Penyebab inflasi diantara jumlah
uang yang beredar terlalu banyak sehingga dengan kebijakan ini diharapkan
jumlah uang yang beredar dapat dikurangi menuju kondisi normal.
Kebijakan
moneter dapat dilakukan melalui instrument-instrumen berikut:
• Politik
diskoto (Politik uang ketat): bank menaikkan suku bunga sehingga jumlah uang
yang beredar dapat dikurangi.Kebijakan diskonto dilakukan dengan menaikkan
tingkat bunga sehingga mengurangi keinginan badan-badan pemberi kredit untuk
mengeluarkan pinjaman guna memenuhi permintaan pinjaman dari masyarakat. Akibatnya,
jumlah kredit yang dikeluarkan oleh badan-badan kredit akan berkurang, yang
pada akhirnya mengurangi tekanan inflasi.
• Politik
pasar terbuka: bank sentral menjual obligasi atau surat berharga ke pasar modal
untuk menyerap uang dari masyarakat dan dengan menjual surat berharga bank
sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar sehingga jumlah uang
beredar dapat dikurangi dan laju inflasi dapat lebih rendah.Operasi pasar
terbuka (open market operation), biasa disebut dengan kebijakan uang ketat (tight
money policy), dilakukan dengan menjual surat-surat berharga, seperti obligasi
negara, kepada masyarakat dan bank-bank. Akibatnya, jumlah uang beredar di
masyarakat dan pemberian kredit oleh badan-badan kredit (bank) berkurang, yang
pada akhirnya dapat mengurangi tekanan inflasi.
•
Peningkatan cash ratio:Kebijakan persediaan kas artinya cadangan yang
diwajibkan oleh Bank Sentral kepada bank-bank umum yang besarnya tergantung
kepada keputusan dari bank sentral/pemerintah. Dengan jalan menaikan perbandingan
antara uang yang beredar dengan uang yang mengendap di dalam kas mengakibatkan
kemampuan bank untuk menciptakan kredit berkurang sehingga jumlah uang yang
beredar akan berkurang.
Menaikkan
cadangan uang kas yang ada di bank sehingga jumlah uang bank yang dapat
dipinjamkan kepada debitur/masyarakat menjadi berkurang. Hal ini berarti dapat
mengurangi jumlah uang yang beredar.
2. Kebijakan
Fiskal
Kebijakan
Fiskal adalah kebijakan yang berhubugan dengan finansial pemerintah. Kebijakan
fiskal dapat dilakukan melalui instrument berikut:
• Mengatur
penerimaan dan pengeluaran pemerintah, sehingga pengeluaran keseluruhan dalam
perekonomian bisa dikendalikan. Pemerintah tidak menambah pengeluarannya agar
anggaran tidak defisit.
• Menaikkan
pajak. Dengan menaikkan pajak, konsumen akan mengurangi jumlah konsumsinya
karena sebagian pendapatannya untuk membayar pajak. Dan juga akan mengakibatkan
penerimaan uang masyarakat berkurang dan ini berpengaruh pada daya beli
masyarakat yang menurun, dan tentunya permintaan akan barang dan jasa yang
bersifat konsumtif tentunya berkurang.
3. Kebijakan
Non Moneter
Kebijakan
nom moneter adalah kebijakan yang tidak berhubungan dengan finansial pemerintah
maupun jumla uang yang beredar, cara ini merupakan langkah alternatif untuk
mengatasi inflasi. Kebijakan non moneter dapat dilakukan melalui instrument
berikut:
• Mendorong
agar pengusaha menaikkan hasil produksinya.
Cara ini cukup efektif mengingat inflasi disebabkan oleh kenaikan jumlah barang konsumsi tidak seimbang dengan jumlah uang yang beredar. Oleh karena itu pemerintah membuat prioritas produksi atau memberi bantuan (subsidi) kepada sektor produksi bahan bakar, produksi beras.
Cara ini cukup efektif mengingat inflasi disebabkan oleh kenaikan jumlah barang konsumsi tidak seimbang dengan jumlah uang yang beredar. Oleh karena itu pemerintah membuat prioritas produksi atau memberi bantuan (subsidi) kepada sektor produksi bahan bakar, produksi beras.
• Menekan
tingkat upah.
tidak lain merupakan upaya menstabilkan upah/gaji, dalam pengertian bahwa upah tidak sering dinaikan karena kenaikan yang relatif sering dilakukan akan dapat meningkatkan daya beli dan pada akhirnya akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan dan pada akhirnya akan menimbulkan inflasi.
tidak lain merupakan upaya menstabilkan upah/gaji, dalam pengertian bahwa upah tidak sering dinaikan karena kenaikan yang relatif sering dilakukan akan dapat meningkatkan daya beli dan pada akhirnya akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan dan pada akhirnya akan menimbulkan inflasi.
• Pemerintah
melakukan pengawasan harga dan sekaligus menetapkan harga maksimal.
• Pemerintah
melakukan distribusi secara langsung.
Dimaksudkan agar harga tidak terjadi kenaikan, hal ini seperti yang dilakukan pemerintah dalam menetapkan harga tertinggi (harga eceran tertinggi/HET). Pengendalian harga yang baik tidak akan berhasil tanpa ada pengawasan. Pengawasan yang tidak baik biasanya akan menimbulkan pasar gelap. Untuk menghindari pasar gelap maka distribusi barang harus dapat dilakukan dengan lancar, seperti yang dilakukan pemerintah melalui Bulog atau KUD.
Dimaksudkan agar harga tidak terjadi kenaikan, hal ini seperti yang dilakukan pemerintah dalam menetapkan harga tertinggi (harga eceran tertinggi/HET). Pengendalian harga yang baik tidak akan berhasil tanpa ada pengawasan. Pengawasan yang tidak baik biasanya akan menimbulkan pasar gelap. Untuk menghindari pasar gelap maka distribusi barang harus dapat dilakukan dengan lancar, seperti yang dilakukan pemerintah melalui Bulog atau KUD.
•
Penanggulangan inflasi yang sangat parah (hyper inflation) ditempuh dengan cara
melakukan sneering (pemotongan nilai mata uang).Sanering berasal dari bahasa
Belanda yang berarti penyehatan, pembersihan, reorganisasi. Kebijakan sanering
antara lain:
·
Penurunan nilai uang
·
Pembekuan sebagian simpanan pada bank – bank dengan ketentuan bahwa simpanan
yang dibekukan akan diganti menjadi simpanan jangka panjang oleh pemerintah.
Senering ini pernah dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1960-an pada saat inflasi mencapai 650%. Pemerintah memotong nilai mata uang pecahan Rp. 1.000,00 menjadi Rp. 1,00.
Senering ini pernah dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1960-an pada saat inflasi mencapai 650%. Pemerintah memotong nilai mata uang pecahan Rp. 1.000,00 menjadi Rp. 1,00.
• Kebijakan
yang berkaitan dengan output. Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi.
Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijakan penurunan
bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang
di dalam negeri cenderung menurunkan harga.
• Kebijakan
penentuan harga dan indexing. Ini dilakukan dengan penentuan ceiling price.
• Devaluasi
adalah penurunan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri.
Jika hal tersebut terjadi biasanya pemerintah melakukan intervensi agar nilai
mata uang dalam negeri tetap stabil. Istilah devaluasi lebih sering dikaitkan
dengan menurunnya nilai uang satu negara terhadap nilai mata uang asing.
Devaluasi juga merujuk kepada kebijakan pemerintah menurunkan nilai mata uang
sendiri terhadap mata uang asing.
Peran Bank Sentral
Bank sentral
memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu
negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang
wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam
artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank
sentral termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi
menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen salah satunya disebabkan intervensi
pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong
perekonomian akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank sentral
umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga sebagai
instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban
mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena
nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal dicerminkan oleh tingkat inflasi
maupun eksternal kurs. Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh
bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.
Pengertian pengangguran
Pengangguran adalah istilah untuk orang yang
tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari
selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan
yang layak
Penyebab
pengangguran
Faktor internal
antara lain :
- tingkat pendidikan yg rendah atau dibawah standar yg rata2 dibutuhkan.
- jenis pekerjaan yg ada tdk sesuai minat/cita2.
Faktor eksternal :
- kurang/tdk adanya lapangan pekerjaan.
- lapangan pekerjaan yg tersedia tdk sesuai dgn ijazah dan keahlian.
- tingkat pendidikan yg rendah atau dibawah standar yg rata2 dibutuhkan.
- jenis pekerjaan yg ada tdk sesuai minat/cita2.
Faktor eksternal :
- kurang/tdk adanya lapangan pekerjaan.
- lapangan pekerjaan yg tersedia tdk sesuai dgn ijazah dan keahlian.
Jenis – jenis pengangguran
A.
Berdasarkan jam kerja
Berdasarkan jam
kerja, pengangguran dikelompokkan menjadi 3 macam:
a. Pengangguran Terselubung (Disguised
Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena
suatu alasan tertentu.
b. Setengah Menganggur (Under Unemployment)
adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan
pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja
yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
C . pengangguran Terbuka (Open Unemployment)
adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan.
Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal
telah berusaha secara maksimal.
B.
Berdasarkan penyebab terjadinya
Berdasarkan penyebab
terjadinya, pengangguran dikelompokkan menjadi 7 macam:
a.
Pengangguran friksional (frictional
unemployment)
Pengangguran
friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya
kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan
pembuka lamaran pekerna penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu
memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu
perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia
yang memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.
b.
Pengangguran konjungtural (cycle
unemployment)
Pengangguran
konjungtoral adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang
(naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.
c.
Pengangguran struktural (structural
unemployment)
Pengangguran
struktural adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi
dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktural bisa
diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti:
-
Akibat permintaan berkurang
-
Akibat kemajuan dan pengguanaan
teknologi
-
Akibat kebijakan pemerintah
d.
Pengangguran musiman(seasonal
Unemployment)
Pengangguran musiman
adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek
yang menyebabkan seseorang harus nganggur. Contohnya seperti [[petani]] yang
menanti musim tanam, [[pedagang]] durian yang menanti musim [[durian]].
e.
Pengangguran siklikal
Pengangguran
siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus
ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja.
f.
Pengangguran teknologi
Pengangguran
teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian
tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin.
g.
Pengangguran siklus
Pengangguran siklus
adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian
karena terjadi resesi. Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan
masyarakat (aggrerate demand).
Dampak dari pengangguran
a.
Penurunan permintaan.
b.
Penurunan penawaran.
c.
Penurunan tingkat upah.
d.
Penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat.
e.
Penurunan tingkat investasi.
f.
Penurunan penerimaan pajak.
g.
Munculnya sektor informal.
h.
Menimbulkan masalah sosial.
i.
Penurunan potensi dan produktivitas individu.
Cara mengatasi pengangguran
a. Memperluas
kesempatan kerja
perluasan kesempatan kerja dapat dilakukan dengan cara-cara berikut ini:
1. meningkatkan kegiatan produksi
2. meningkatkan investasi
3. meningkatkan proyek pekerjaan umum.
perluasan kesempatan kerja dapat dilakukan dengan cara-cara berikut ini:
1. meningkatkan kegiatan produksi
2. meningkatkan investasi
3. meningkatkan proyek pekerjaan umum.
4. mendorong
kegiatan wirausaha
5. meningkatkan program padat karya
6. meningkatkan kegiatan ekspor impor.
5. meningkatkan program padat karya
6. meningkatkan kegiatan ekspor impor.
b. Menurunkan jumlah angkatan kerja
pengangguran antara lain disebabkan oleh pertumbuhan angkatan kerja yang terlalu cepat. Untuk mengurangi pertumbuhan angkatan kerja tersebut dilakukan dengan program keluarga berencana (KB) dan menetapkan batas usia minimal pernikahan.
pengangguran antara lain disebabkan oleh pertumbuhan angkatan kerja yang terlalu cepat. Untuk mengurangi pertumbuhan angkatan kerja tersebut dilakukan dengan program keluarga berencana (KB) dan menetapkan batas usia minimal pernikahan.
c.
Peningkatan kualitas
tenaga kerja
kualitas tenaga kerja dapat ditingkatkan dengan tingkat kesehatan dan pendidikan yang lebih baik. Untuk memperbaiki kesehatan masyarakat dapat dilakukan dengan cara memberi subsidi kesehatan, layanan kesehatan masyarakat, membangun rumah sakit, pengadaan dokter dan obat, perbaikan lingkungan, serta menjamin keselamatan kerja. Sementara itu tingkat pendidikan dan keahlian masyarakat dapat ditingkatkan dengan cara program pendidikan dasar, memperbaiki gedung sekolah, pengadaan kursus dan balai latihan kerja, seminar, dan magang
kualitas tenaga kerja dapat ditingkatkan dengan tingkat kesehatan dan pendidikan yang lebih baik. Untuk memperbaiki kesehatan masyarakat dapat dilakukan dengan cara memberi subsidi kesehatan, layanan kesehatan masyarakat, membangun rumah sakit, pengadaan dokter dan obat, perbaikan lingkungan, serta menjamin keselamatan kerja. Sementara itu tingkat pendidikan dan keahlian masyarakat dapat ditingkatkan dengan cara program pendidikan dasar, memperbaiki gedung sekolah, pengadaan kursus dan balai latihan kerja, seminar, dan magang
Kebijakan fiskal
1.
Kebijakan fiskal
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah dengan cara
meningkatkan atau menurunkan pendapatan Negara atau belanja Negara dengan
tujuan mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat pendapatan nasional. Kebijakan
fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan
ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak)
pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter,
yang bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga
dan jumlah uang yang
beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak.
Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat
memengaruhi variabel-variabel berikut:
v Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi.
Pola
persebaran sumber daya.
v
Distribusi pendapatan
a. Fungsi
Kebijakan Fiskal
Fungsi kebijakan fiscal adalah untuk memperbaiki keadaan ekonomi,
mengusahakan kesempatan kerja (mengurangi pengangguran), dan menjaga kestabilan
harga-harga secara umum.
b. Macam-macam
Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiscal terbagi atas dua macam, yaitu:
c. Kebijakan fiscal stabilisator otomatis.
Adalah kebijakan sebagai alat stabilisasi kegiatan ekonomi, peralatan
tersebut adalah pajak dan pengeluaran yang dikategorikan dalam transfer
payment.
Kebijakan ini terbagi
dua:
• Perubahan penerimaan pajak otomatis.
• Tunjangan pengangguran dan pembayaran transfer.
d. Kebijakan fiscal diskresioner.
Adalah kebijakan fiscal yang digunakan pemerintah untuk mengatasi
masalah ekonomi yang sedang di hadapi
dan langkah-langkah pemerintah untuk mengubah
pengeluaran/pemungutan pajak.
Kebijakan tersebut bertujuan: mengurangi gerak naik turun tingkat
kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu dan menciptakan tingkat kegiatan ekonomi,
dengan tingkat kesempatan kerja tinggi.
- Kebijaksanaan Fiskal dan
Moneter di Sektor Luar Negeri
Kebijakan fiskal
akan mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan negara dan pengeluaran
negara. Disamping pengaruh dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran
(defisit atau surplus), perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber
penerimaan negara dan bentuk kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara.
Di dalam perhitungan defisit atau surplus anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis penerimaan yang dapat dikategorikan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran negara. Pada dasarnya yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari negara donor serta pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara.
Di lain sisi, yang dimaksud dengan pengeluaran negara adalah semua pengeluaran untuk operasi pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di sektor negara ataupun badan usaha milik negara. Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri tidak termasuk dalam perhitungan pengeluaran negara.
Dari perhitungan penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, akan diperoleh besarnya surplus atau defisit APBN. Dalam hal terdapat surplus dalam APBN, hal ini akan menimbulkan efek kontraksi dalam perekonomian, yang besarnya tergantung kepada besarnya surplus tersebut . Pada umumnya surplus tersebut dapat dipergunakan sebagai cadangan atau untuk membayar hutang pemerintah (prepayment).
Dalam hal terjadi defisit, maka defisit tersebut dapat dibayai dengan pinjaman luar negeri (official foreign borrowing) atau dengan pinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam negeri dapat dalam bentuk pinjaman perbankan dan non-perbankan yang mencakup penerbitan obligasi negara (government bonds) dan privatisasi. Dengan demikian perlu ditegaskan bahwa penerbitan obligasi negara merupakan bagian dari pembiayaan defisit dalam negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan dapat memainkan peranan yang lebih tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan adalah menjaga agar hutang luar negeri atau hutang dalam negeri tersebut masih dalam batas-batas kemampuan negara (sustainable).
Pada dasarnya defisit dalam APBN akan menimbulkan efek ekspansi dalam perekonomian. Dalam hal defisit APBN dibiayai dengan pinjaman luar negeri, maka hal ini tidak menimbulkan tekanan inflasi jika pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang-barang impor, seperti halnya dengan sebagian besar pinjaman dari CGI selama ini. Akan tetapi bila pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang dan jasa di dalam negeri, maka pembiayaan defisit dengan memakai pinjaman luar negeri tersebut akan menimbulkan tekanan inflasi. Dilain pihak, pembiayaan defisit APBN dengan penerbitan obligasi negara akan menambah jumlah uang yang beredar dan akan menimbulkan tekanan inflasi.
Adapun pembiayaan defisit dengan menggunakan sumber dari pinjaman luar negeri akan berpengaruh pada neraca pembayaran khususnya pada lalu lintas modal pemerintah . Semakin besar jumlah pinjaman luar negeri yang dapat ditarik, lalu lintas modal Pemerintah cenderung positif. Adapun kinerja pemerintah dapat dilihat dari besarnya nilai lalu lintas moneter. Nilai lalu lintas moneter yang positif menunjukkan adanya cash inflow.
Kebijakan moneter dan pengaruhnya terhadap perekonomian
Pada dasarnya, kebijaksanaan moneter ditujukan agar likuiditas dalam perekonomian berada dalam jumlah yang “tepat” sehingga dapat melancarkan transaksi perdagangan tanpa menimbulkan tekanan inflasi. Umumnya pelaksanaan pengaturan jumlah likuiditas dalam perekonomian ini dilakukan oleh bank sentral, melalui berbagai instrumen , khususnya open market operations (OMOs).
Dalam melaksanakan OMO, pada umumnya bank sentral menjual atau membeli obligasi negara jangka panjang. Jika likuiditas dalam perekonomian dirasakan perlu ditambah, maka bank sentral akan membeli sejumlah obligasi negara di pasar sekunder, sehingga uang beredar bertambah, dan dilain pihak bila bank sentral ingin mengurangi likuiditas dalam perekonomian, bank sentral akan menjual sebagian obligasi negara yang berada dalam portofolio bank sentral. Perlu difahami bahwa portofolio obligasi negara di bank sentral tersebut memberikan pendapatan kepada bank sentral berupa bunga obligasi.
Dalam kasus Indonesia, sampai saat ini Bank Indonesia belum memiliki obligasi negara yang dapat dipakai untuk OMO. Walaupun pemerintah Indonesia telah menerbitkan obligasi, yang dimulai pada masa krisis untuk rekapitalisasi bank-bank yang bermasalah, tetapi pasar sekunder bagi obligasi negara baru pada tahap awal dan volume transaksi jual beli di pasar sekunder tersebut masih sedikit. Selama ini Bank Indonesia masih mempergunakan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk melaksanakan OMOs. Disamping menimbulkan beban pada Bank Indonesia, karena BI harus membayar bunga SBI yang cukup tinggi, jangka waktu SBI juga sangat pendek, umumnya 1 (satu) bulan, sehingga instrumen ini sebenarnya kurang memadai untuk dipakai dalam OMOs.
Di dalam perhitungan defisit atau surplus anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis penerimaan yang dapat dikategorikan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran negara. Pada dasarnya yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari negara donor serta pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara.
Di lain sisi, yang dimaksud dengan pengeluaran negara adalah semua pengeluaran untuk operasi pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di sektor negara ataupun badan usaha milik negara. Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri tidak termasuk dalam perhitungan pengeluaran negara.
Dari perhitungan penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, akan diperoleh besarnya surplus atau defisit APBN. Dalam hal terdapat surplus dalam APBN, hal ini akan menimbulkan efek kontraksi dalam perekonomian, yang besarnya tergantung kepada besarnya surplus tersebut . Pada umumnya surplus tersebut dapat dipergunakan sebagai cadangan atau untuk membayar hutang pemerintah (prepayment).
Dalam hal terjadi defisit, maka defisit tersebut dapat dibayai dengan pinjaman luar negeri (official foreign borrowing) atau dengan pinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam negeri dapat dalam bentuk pinjaman perbankan dan non-perbankan yang mencakup penerbitan obligasi negara (government bonds) dan privatisasi. Dengan demikian perlu ditegaskan bahwa penerbitan obligasi negara merupakan bagian dari pembiayaan defisit dalam negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan dapat memainkan peranan yang lebih tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan adalah menjaga agar hutang luar negeri atau hutang dalam negeri tersebut masih dalam batas-batas kemampuan negara (sustainable).
Pada dasarnya defisit dalam APBN akan menimbulkan efek ekspansi dalam perekonomian. Dalam hal defisit APBN dibiayai dengan pinjaman luar negeri, maka hal ini tidak menimbulkan tekanan inflasi jika pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang-barang impor, seperti halnya dengan sebagian besar pinjaman dari CGI selama ini. Akan tetapi bila pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang dan jasa di dalam negeri, maka pembiayaan defisit dengan memakai pinjaman luar negeri tersebut akan menimbulkan tekanan inflasi. Dilain pihak, pembiayaan defisit APBN dengan penerbitan obligasi negara akan menambah jumlah uang yang beredar dan akan menimbulkan tekanan inflasi.
Adapun pembiayaan defisit dengan menggunakan sumber dari pinjaman luar negeri akan berpengaruh pada neraca pembayaran khususnya pada lalu lintas modal pemerintah . Semakin besar jumlah pinjaman luar negeri yang dapat ditarik, lalu lintas modal Pemerintah cenderung positif. Adapun kinerja pemerintah dapat dilihat dari besarnya nilai lalu lintas moneter. Nilai lalu lintas moneter yang positif menunjukkan adanya cash inflow.
Kebijakan moneter dan pengaruhnya terhadap perekonomian
Pada dasarnya, kebijaksanaan moneter ditujukan agar likuiditas dalam perekonomian berada dalam jumlah yang “tepat” sehingga dapat melancarkan transaksi perdagangan tanpa menimbulkan tekanan inflasi. Umumnya pelaksanaan pengaturan jumlah likuiditas dalam perekonomian ini dilakukan oleh bank sentral, melalui berbagai instrumen , khususnya open market operations (OMOs).
Dalam melaksanakan OMO, pada umumnya bank sentral menjual atau membeli obligasi negara jangka panjang. Jika likuiditas dalam perekonomian dirasakan perlu ditambah, maka bank sentral akan membeli sejumlah obligasi negara di pasar sekunder, sehingga uang beredar bertambah, dan dilain pihak bila bank sentral ingin mengurangi likuiditas dalam perekonomian, bank sentral akan menjual sebagian obligasi negara yang berada dalam portofolio bank sentral. Perlu difahami bahwa portofolio obligasi negara di bank sentral tersebut memberikan pendapatan kepada bank sentral berupa bunga obligasi.
Dalam kasus Indonesia, sampai saat ini Bank Indonesia belum memiliki obligasi negara yang dapat dipakai untuk OMO. Walaupun pemerintah Indonesia telah menerbitkan obligasi, yang dimulai pada masa krisis untuk rekapitalisasi bank-bank yang bermasalah, tetapi pasar sekunder bagi obligasi negara baru pada tahap awal dan volume transaksi jual beli di pasar sekunder tersebut masih sedikit. Selama ini Bank Indonesia masih mempergunakan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk melaksanakan OMOs. Disamping menimbulkan beban pada Bank Indonesia, karena BI harus membayar bunga SBI yang cukup tinggi, jangka waktu SBI juga sangat pendek, umumnya 1 (satu) bulan, sehingga instrumen ini sebenarnya kurang memadai untuk dipakai dalam OMOs.
Langganan:
Postingan (Atom)