Kamis, 27 November 2014

softskill

 “PENGARUH ETIKA PROFESI AUDITOR DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN.”
PENDAHULUAN

Agustian Dionisius Amat (2009) menyatakan bahwa akuntan merupakan profesi yang dalam pelaksanaannya selalu didasarkan pada prinsip-prinsip etik.
Hery dan Agustiny Merrina  (2007) menyatakan bahwa peranan auditor sangat dibutuhkan oleh kalangan dunia usaha. Para auditor wajib memahami pelaksanaan etika yang berlaku dalam menjalankan profesinya tersebut. Auditor dalam melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan guna menunjang profesionalisme.
 IAI sebagai organisasi profesi akuntan di Indonesia telah berupaya melakukan penegakan etika profesi yang ditujukan terhadap auditor untuk memberikan kepercayaan kepada klien atas kinerja yang dilakukan. Pada dasarnya seorang auditor dalam membuat keputusan pasti menggunakan lebih dari satu pertimbangan rasional yang didasarkan atas pelaksanaan etika yang berlaku yang dipahaminya dan membuat suatu keputusan yang adil. Oleh karena itu, diperlukan suatu jasa profesional yang independen dan obyektif untuk menilai kewajaran laporan keuangan yang disajikan manajemen. Alasan yang mendasari diperlukannya perilaku profesional pada setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan profesi, terlepas dari yang dilakukan secara perorangan.
Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah :  Untuk meneliti pengaruh etika profesi auditor dalam pengambilan keputusan. Manfaat Penelitian : Bagi Auditor,  yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP)Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi terhadap peningkatan etika profesi auditor dalam pengambilan keputusan . Bagi penulis, Hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan mengenai pengaruh etika profesi auditor dalam pengambilan keputusan. Bagi penulis, Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi dan referensi bagi

METODE PENELITIAN
a).  Identifikasi Variabel
Terdapat dua jenis variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.  Variabel independen  (X)  yang dipergunakan dalam penelitian  ini , sedangkan variabel dependen (Y) yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan Pengambilan Keputusan  Auditor dalam Kantor Akuntan Publik (KAP).
b). Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah auditor pada KAP yang berada di Surabaya. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian  ini adalah convenience sampling  untuk  setiap anggota populasi yang digunakan sebagai sampel.
c). Data dan Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari penyebaran kuesioner kepada responden. Metode pengumpulan data yang dipakai pada penelitian ini adalah  metode survei dengan penyebaran kuesioner pada auditor yang bekerja di KAP Surabaya. Adapun teknik pengumpulan  datanya melalui butir-butir pertanyaan yang diajukan secara tertulis dengan responden atau memperoleh informasi berdasarkan sikap, pengetahuan dan pengalaman atau persepsi auditor.

PEMBAHASAN
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa secara model maupun parsial sub variabel dari etika profesi  yang diantaranya (independensi, integritas, objektivitas, standar  umum, prinsip akuntansi, tanggung jawab kepada klien, tanggung jawab kepada  rekan seprofesi, tanggung jawab & praktek lain) terbukti bahwa secara signifikan tidak ada pengaruh terhadap pengambilan keputusan   auditor. Dari semua variabel yang telah di uji berada pada titik penerimaan Ho. Hal ini artinya bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap etika profesi auditor dalam pengambilan keputusan.
1.       Pengaruh independensi terhadap pengambilan keputusan auditor.
penelitian yang diperoleh menunjukkan independensi tidak memiliki pengaruh terhadap pengambilan
keputusan. Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Hery dan Merrina Agustiny (2007)
yang menyatakan bahwa independensi tidak berpengaruh signifikan positif terhadap pengambilan
keputusan auditor. Hal ini diduga independensi merupakan sikap yang belum bisa diterapkan sepenuhnya
dalam pengambilan keputusan auditor,dimana auditor yang akan mengungkapkan semua temuannya,
namun auditor hanya mengungkapkan atas apa yang diminta oleh klien, terkait jasa yang diberikan
kepada auditor.
2.       Pengaruh integritas terhadap pengambilan keputusan auditor.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh  menunjukkan integritas tidak memiliki pengaruh terhadap
pengambilan keputusan. Hal ini diduga integritas masih belum bisa untuk diterapkan, mungkin itu terkait
dengan pribadi auditor itu sendiri untuk bersikap jujur dan berterus terang atas keputusan apa yang
diambil terkait kepentingan manajemen klien.
3.      Pengaruh objektivitas terhadap pengambilan keputusan auditor.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa objektivitas tidak memiliki pengaruh
terhadap pengambilan keputusan. Hal ini diduga karena auditor dihadapkan pada situasi yang
memungkinkan mereka menerima tekanan -tekanan yang diberikan manajemen kepadanya dan auditor
merasa belum belum bebas dari benturan kepentingan atau masih berada dibawah pihak lain.
4.      Pengaruh standar umum terhadap pengambilan keputusan.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa standar umum tidak memiliki pengaruh
terhadap pengambilan keputusan. Hal ini diduga auditor atau KAP kurang mematuhi adanya satandar
yang dikeluarkan oleh badan pengatur satandar yang ditetapkan IAI, sehingga tidak sesuai dengan isi
pernyataan standar umum dalam SPAP.
5.       Pengaruh prinsip akuntansi terhadap pengambilan keputusan auditor.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa prinsip akuntansi tidak memiliki
pengaruh terhadap pengambilan keputusan. Penelitian . Hal ini diduga auditor menyesuaikan dengan
keadaan laporan keuangan perusahaan dan memenuhi adanya permintaan klien dalam mengungkapkan
suatu temuan..
6.      Pengaruh  tanggung jawab kepada klien terhadap pengambilan keputusan.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa tanggungjawab kepada klien tidak
memiliki pengaruh terhadap pengambila n keputusan. Hal ini diduga karena  meski seorang auditor atau
KAP tidak mengungkapkan informasi rahasia klien tapi dimungkinkan adanya KAP yang masih
mendapatkan klien dengan cara menawarkan  fee  yang sebenarnya itu dapat merusak citra profesi atau
menetapkan  fee  kontinjen yang dapat mengurangi independensi.
7.      Pengaruh tanggung jawab kepada rekan seprofesi terhadap pengambilan keputusan.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa tanggungjawab kepada rekan seprofesi
tidak memiliki pengaruh terhadap pengambilan keputusan. Hal ini diduga dimungkinkan adanya
manajemen klien yang berusaha membeli opini dari auditor, sehingga tidak terjadi komunikasi yang baik
dengan kantor akuntan publik yang melakukan audit atas kliennya.
8.      Pengaruh tanggung jawab & praktek lain  terhadap pengambilan keputusan.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa tanggungjawab kepada rekan seprofesi
tidak memiliki pengaruh terhadap pengambilan keputsan. Hal ini karena dalam penawaran harga untuk
biaya jasa audit merupakan hal yang biasa dan cenderung kompetitif.

KESIMPULAN

Model keseluruhan tentang  etika profesi yang terdiri independensi integritas, objektivitas, standart umum, prinsip akuntansi, tanggung jawab kepada klien, tanggung jawab kepada rekan seprofesi, tanggung jawab dan praktek lain terbukti tidak mempengaruhi yang signifikan terhadap pengambilan keputusan auditor.Hasil pengujian pengaruh parsial menunjukkan bahwa memang secara keseluruhan etika profesi tidak terbukti mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengambilan keputusan auditor terutama pada KAP di Surabaya.

https://farahfatahiyah.wordpress.com/2013/11/07/review-jurnal-etika-profesi-akuntansi/
http://tynasusilawati.blogspot.com/2013/11/review-jurnal-etika-profesi-akuntansi.html
http://carmelcurhatmodeon.blogspot.com/2011/10/review-jurnal-faktor-faktor-yang.html

Minggu, 23 November 2014

perkembangan standar audit & perkembangan standar profesi etika akuntansi


Perkembangan standar profesi etika audit

Tahun 1972, pertama kalinya ikatan Akuntan Indonesia berhasil menerbitkan Norma Pemeriksaan Akuntan, yang disahkan dalam Kongres ke III Ikatan Akuntan Indonesia. Norma Pemeriksaan Akuntan tersebut mencakup tanggung jawab akuntan publik, unsur-unsur norma pemeriksaan akuntan yang antara lain meliputi: pengkajian dan penilaian pengendalian intern, bahan pembuktian dan penjelasan informatif, serta pembahasan mengenai peristiwa kemudian, laporan khusus dari berkas pemeriksaan. Pada Kongres IV Ikatan Akuntan Indonesia tanggal 25-26 Oktober 1982, Komisi Norma Pemeriksaan Akuntan mengusulkan agar segera dilakukan penyempurnaan atas buku Norma Pemeriksaan Akuntan yang lama, dan melengkapinya dengan serangkaian suplemen yang merupakan penjabaran lebih lanjut norma tersebut. Untuk melaksanakan tugas tersebut, telah dibentuk Komite Norma Pemeriksaan Akuntan yang baru untuk periode kepengurusan 1982-1986, yang anggotanya berasal dari unsur-unsur akuntan pendidik, akuntan publik dan akuntan pemerintah. Komite ini telah menyelesaikan konsep Norma Pemeriksaan Akuntan yang disempurnakan pada tanggal 11 Maret 1984. Pada tanggal 19 April 1986, Norma Pemeriksaan Akuntan yang telah diteliti dan disempurnakan oleh Tim Pengesahan, disahkan oleh Pengurus Pusat Ikatan Akuntan Indonesia sebagai norma pemeriksaan yang berlaku efektif selambat-lambatnya untuk penugasan pemeriksaan atas laporan keuangan yang diterima setelah tanggal 31 Desember 1986. Tahun 1992, Ikatan Akuntan Indonesia menerbitkan Norma Pemeriksaan Akuntan, Edisi revisi yang memasukkan suplemen No.1 sampai dengan No.12 dan interpretasi No.1  sampai dengan Nomor.2. Dalam Kongres ke VII Ikatan Akuntan Indonesia tahun 1994, disahkan Standar Profesional Akuntan Publik yang secara garis besar berisi:
1.      Uraian mengenai standar profesional akuntan publik.
2.      Berbagai pernyataan standar auditing yang telah diklasifikasikan.
3.      Berbagai pernyataan standar atestasi yang telah diklasifikasikan.
4.      Pernyataan jasa akuntansi dan review.
5.      Pertengahan tahun 1999 Ikatan Akuntan Indonesia merubah nama Komite Norma
Pemeriksaan Akuntan menjadi Dewan Standar Profesional Akuntan Publik. Selama tahun 1999 Dewan melakukan perubahan atas Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Agustus 1994 dan menerbitkannya dalam buku yang diberi judul “Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Januari 2001”. Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Januari 2001 terdiri dari lima standar, yaitu:
1.      Pernyataan Standar Auditing (PSA) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Auditing (IPSA).
2.      Pernyataan Standar Atestasi (PSAT) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Atestasi (IPSAT).
3.      Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (PSAR) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (IPSAR).
4.       Pernyataan Standar Jasa Konsultasi (PSJK) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Jasa Konsultasi (IPSJK).
5.      Pernyataan Standar Pengendalian Mutu (PSPM) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Pengendalian Mutu (IPSM). Selain kelima standar tersebut masih dilengkapi dengan Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang merupakan aturan normal yang wajib dipenuhi oleh akuntan publik.

C.    TIPE STANDAR PROFESIONAL
1.    Standar Auditing
Standar Auditing adalah sepuluh standar yang ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan beserta interpretasinya. Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis. Standar auditing terdiri atas sepuluh standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing (PSA). Dengan demikian PSA merupakan penjabaran lebih lanjut masing-masing standar yang tercantum di dalam standar auditing. Di Amerika Serikat, standar auditing semacam ini disebut Generally Accepted Auditing Standards (GAAS) yang dikeluarkan oleh the American Institute of Certified Public Accountants (AICPA).
A.      PERNYATAAN STANDAR AUDITING (PSA)
PSA merupakan penjabaran lebih lanjut dari masing-masing standar yang tercantum didalam standar auditing. PSA berisi ketentuan-ketentuan dan pedoman utama yang harus diikuti oleh Akuntan Publik dalam melaksanakan penugasan audit. Kepatuhan terhadap PSA yang diterbitkan oleh IAPI ini bersifat wajib bagi seluruh anggota IAPI. Termasuk didalam PSA adalah Interpretasi Pernyataan Standar Auditng (IPSA), yang merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan oleh IAPI terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh IAPI dalam PSA. Dengan demikian, IPSA memberikan jawaban atas pernyataan atau keraguan dalam penafsiran ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam PSA sehingga merupakan perlausan lebih lanjut berbagai ketentuan dalam PSA. Tafsiran resmi ini bersifat mengikat bagi seluruh anggota IAPI, sehingga pelaksanaannya bersifat wajib.

B.      STANDAR UMUM
1)      Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
2)      Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatanindependensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
3)      Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

C.       STANDAR PEKERJAAN LAPANGAN
1)      Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
2)      Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh unutk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
3)      Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keungan yang diaudit.
D.      STANDAR PELAPORAN
1)   Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2)   Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
3)   Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
4)   Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor
2.    Standar Atestasi
Atestasi (attestation) adalah suatu pernyataan pendapat atau pertimbangan yang diberikan oleh seorang yang independen dan kompeten yang menyatakan apakah asersi (assertion) suatu entitas telah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Asersi adalah suatu pernyataan yang dibuat oleh satu pihak yang dimaksudkan untuk digunakan oleh pihak lain, contoh asersi dalam laporan keuangan historis adalah adanya pernyataan manajemen bahwa laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Standar atestasi membagi tiga tipe perikatan atestasi (1) pemeriksaan (examination), (2) review, dan (3) prosedur yang disepakati (agreed-upon procedures).
a.      Standar umum 
1)      Perikatan harus dilaksanakan oleh seorang praktisi atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup dalam fungsi atestasi
2)      Perikatan harus dilaksanakan oleh seorang praktisi atau lebih yang memiliki pengetahuan cukup dalam bidang yang bersangkutan dengan asersi
3)      Praktisi harus melaksanakan perikatan hanya jika ia memiliki alasan untuk meyakinkan dirinya bahwa kedua kondisi berikut ini ada:
Asersi dapat dinilai dengan kritera rasional, baik yang telah ditetapkan oleh badan yang diakui atau yang dinyatakan dalam penyajian asersi tersebut dengan cara cukup jelas dan komprehensif bagi pembaca yang diketahui mampu memahaminyaAsersi tersebut dapat diestimasi atau diukur secara konsisten dan rasional dengan menggunakan kriteria tersebut.
4)      Dalam semua hal yang bersangkutan dengan perikatan, sikap mental independen harus dipertahankan oleh praktisi
5)      Kemahiran profesional harus selalu digunakan oleh praktisi dalam melaksanakan perikatan, mulai dari tahap perencanaan sampai dengan pelaksanaan perikatan tersebut
b.      Standar pekerjaan lapangan
1)      Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya
2)      Bukti yang cukup harus diperoleh untuk memberikan dasar rasional bagi simpulan yang dinyatakan dalam laporan
c.       Standar pelaporan
1)      Laporan harus menyebutkan asersi yang dilaporkan dan menyatakan sifat perikatan atestasi yang bersangkutan
2)      Laporan harus menyatakan simpulan praktisi mengenai apakah asersi disajikan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan atau kriteria yang dinyatakan dipakai sebagai alat pengukur
3)      Laporan harus menyatakan semua keberatan praktisi yang signifikan tentang perikatan dan penyajian asersi
4)      Laporan suatu perikatan untuk mengevaluasi suatu asersi yang disusun berdasarkan kriteria yang disepakati atau berdasarkan suatu perikatan untuk melaksanakan prosedur yang disepakati harus berisi suatu pernyataan tentang keterbatasan pemakaian laporan hanya oleh pihak-pihak yang menyepakati kriteria atau prosedur tersebut
3.    Standar Jasa Akuntansi dan Review
Standar jasa akuntansi dan review memberikan rerangka untuk fungsi non-atestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup jasa akuntansi dan review. Sifat pekerjaan non-atestasi tidak menyatakan pendapat, hal ini sangat berbeda dengan tujuan audit atas laporan keuangan yang dilaksanakan sesuai dengan standar auditing. Tujuan audit adalah untuk memberikan dasar memadai untuk menyatakan suatu pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan, sedangkan dalam pekerjaan non-atestasi tidak dapat dijadikan dasar untuk menyatakan pendapat akuntan.
Jasa akuntansi yang diatur dalam standar ini antara lain:
a.       Kompilasi laporan keuangan – penyajian informasi-informasi yang merupakan pernyataan manajemen (pemilik) dalam bentuk laporan keuangan
b.       Review atas laporan keuangan - pelaksanaan prosedur permintaan keterangan dan analisis yang menghasilkan dasar memadai bagi akuntan untuk memberikan keyakinan terbatas, bahwa tidak terdapat modifikasi material yagn harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan tersebut sesuai denganprinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia
c.        Laporan keuangan komparatif – penyajian informasi dalam bentuk laporan keuangan dua periode atau lebih yang disajikan dalam bentuk berkolom.
4.    Standar Jasa Konsultansi
Standar Jasa Konsultansi merupakan panduan bagi praktisi (akuntan publik) yang menyediakan jasa konsultansi bagi kliennya melalui kantor akuntan publik. Dalam jasa konsultansi, para praktisi menyajikan temuan, kesimpulan dan rekomendasi. Sifat dan lingkup pekerjaan jasa konsultansi ditentukan oleh perjanjian antara praktisi dengan kliennya. Umumnya, pekerjaan jasa konsultansi dilaksanakan untuk kepentingan klien.
Jasa konsultansi dapat berupa:
a.       Konsultasi (consultation) – memberikan konsultasi atau saran profesional(profesional advise) berdasarkan pada kesepakatan bersama dengan klien.
Contoh jenis jasa ini adalah review dan komentar terhadap rencana bisnis buatan klien
b.       Jasa pemberian saran profesional (advisory services) - mengembangkan temuan, kesimpulan, dan rekomendasi untuk dipertimbangkan dan diputuskan oleh klien.
Contoh jenis jasa ini adalah pemberian bantuan dalam proses perencanaan strategik
c.        Jasa implementasi - mewujudkan rencana kegiatan menjadi kenyataan.
Sumber daya dan personel klien digabung dengan sumber daya dan personel praktisi untuk mencapai tujuan implementasi. Contoh jenis jasa ini adalah penyediaan jasa instalasi sistem komputer dan jasa pendukung yang berkaitan.
d.       Jasa transaksi - menyediakan jasa yang berhubungan dengan beberapa transaksi khusus klien yang umumnya dengan pihak ketiga.
Contoh jenis jasa adalah jasa pengurusan kepailitan.
e.        Jasa penyediaan staf dan jasa pendukung lainnya - menyediakan staf yang memadai (dalam hal kompetensi dan jumlah) dan kemungkinan jasa pendukung lain untuk melaksanakan tugas yang ditentukan oleh klien. Staf tersebut akan bekerja di bawah pengarahan klien sepanjang keadaan mengharuskan demikian.
Contoh jenis jasa ini adalah menajemen fasilitas pemrosesan data
f.        Jasa produk - menyediakan bagi klien suatu produk dan jasa profesional sebagai pendukung atas instalasi, penggunaan, atau pemeliharaan produk tertentu.
Contoh jenis jasa ini adalah penjualan dan penyerahan paket program pelatihan, penjualan dan implementasi perangkat lunak komputer
5.    Standar Pengendalian Mutu
Standar Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik (KAP) memberikan panduan bagi kantor akuntan publik di dalam melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh kantornya dengan mematuhi berbagai standar yang diterbitkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik Institut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP IAPI) dan Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang diterbitkan oleh IAPI.
Unsur-unsur pengendalian mutu yang harus harus diterapkan oleh setiap KAP pada semua jenis jasa audit, atestasi dan konsultansi meliputi:
a.       Independensi – meyakinkan semua personel pada setiap tingkat organisasi harus mempertahankan independensi
b.       Penugasan personel – meyakinkan bahwa perikatan akan dilaksanakan oleh stafprofesional yang memiliki tingkat pelatihan dan keahlian teknis untuk perikatan dimaksud
c.        Konsultasi – meyakinkan bahwa personel akan memperoleh informasi memadai sesuai yang dibutuhkan dari orang yang memiliki tingkat pengetahuan, kompetensi, pertimbangan (judgement), dan wewenang memadai
d.       Supervisi – meyakinkan bahwa pelaksanaan perikatan memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh KAP
e.        Pemekerjaan (hiring) – meyakinkan bahwa semua orang yang dipekerjakan memiliki karakteristik semestinya, sehingga memungkinkan mereka melakukan penugasan secara kompeten
f.        Pengembangan profesional – meyakinkan bahwa setiap personel memiliki pengetahuan memadai sehingga memungkinkan mereka memenuhi tanggung jawabnya. Pendidikan profesional berkelanjutan dan pelatihan merupakan wahana bagi KAP untuk memberikan pengetahuan memadai bagi personelnya untuk memenuhi tanggung jawab mereka dan untuk kemajuan karier mereka di KAP
g.        Promosi (advancement) – meyakinkan bahwa semua personel yang terseleksi untuk promosi memiliki kualifikasi seperti yang disyaratkan untuk tingkat tanggung jawab yang lebih tinggi.
h.       Penerimaan dan keberlanjutan klien – menentukan apakah perikatan dari klien akan diterima atau dilanjutkan untuk meminimumkan kemungkinan terjadinya hubungan dengan klien yang manajemennya tidak memiliki integritas berdasarkan pada prinsip pertimbangan kehati-hatian (prudence).
i.         Inspeksi – meyakinkan bahwa prosedur yang berhubungan dengan unsur-unsur lain pengendalian mutu telah diterapkan dengan efektif
D.    KODE ETIK/KOMITMEN PROFESI AKUNTAN PUBLIK
Sehubungan dengan perkembangan yang terjadi dalam tatanan global dan tuntutan transparansi dan akuntabilitas yang lebih besar atas penyajian Laporan Keuangan, IAPI merasa adanya suatu kebutuhan untuk melakukan percepatan atas proses pengembangan dan pemutakhiran standar profesi yang ada melalui penyerapan Standar Profesi International. Sebagai langkah awal IAPI telah menetapkan dan menerbitkan Kode Etik Profesi Akuntan Publik, yang berlaku efektif tanggal 1 Januari 2010. Untuk Standar Profesional Akuntan Publik, Dewan Standar Profesi sedang dalam proses “adoption” terhadap International Standar on Auditing yang direncanakan akan selesai di tahun 2010, berlaku efektif 2011.
Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang baru saja diterbitkan oleh IAPI menyebutkan 5 prinsip-prinsip dasar etika profesi, yaitu:
1.      Prinsip Integritas
Prinsip integritas mewajibkan setiap praktisi untuk tegas, jujur, dan adil dalam hubungan profesional dan hubungan bisnisnya.
Praktisi tidak boleh terkait dengan laporan, komunikais atau informasi lainnya yang diyakininya terdapat :
a)      Kesalahan material atau pernyataan yang menyesatkan;
b)      Pernyataan atau informasi yang diberikan secara tidak hati-hati; atau
c)      Penghilangan atau penyembunyian yang dapat menyesatkan atas informasi yang seharusnya diungkapkan.
2.      Prinsip Objektivitas
Prinsip objektivitas mengharuskan praktisi untuk tidak membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan atau pengaruh yang tidak layak dari pihak-pihak lain memengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan bisnisnya. Praktisi mungkin dihadapkan pada situasi yang dapat mengurangi objektivitasnya. Karena beragam situasi tersebut, tidak mungkin untuk mendefinisikan setiap situasi tersebut. setiap praktisi harus menghindari setiap hubungan yang bersifat subjektif atau yang dapat mengakibatkan pengaruh yang tidak layak terhadap pertimbangan profesionalnya.
3.      Prinsip Kompetensi serta Sikap Kecermatan dan Kehati-hatian Profesional
Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional mewajibkan setiap praktisi untuk :
a)      Memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang dibutuhkan untuk menjamin pemberian jasa profesional yang kompeten kepada klien atau pemberi kerja; dan
b)      Menggunakan kemahiran profesionalnya dengan saksama sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya.
Pemberian jasa profesional yang kompeten membutuhkan pertimbangan yang cermat dalam menerapkan pengetahuan dan keahlian profesional. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi dua tahap yang terpisah sebagai berikut :
a)      Pencapaian kompetensi profesional; dan
b)      Pemeliharaan kompetensi profesional
Pemeliharaan kompetensi profesional membutuhkan kesadaran pemahaman yang berkelanjutan terhdap perkembangan teknis profesi dan perkembangan bisnis yang relevan. Pengembangan dan pendidikan profesional yang berkelanjutan sangat diperlukan untuk meningkatkan dan memelihara kemampuan Praktisi agar dapat melaksanakan pekerjaannya secara kompeten dalam lingkungan profesional.
Sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional mengharuskan setiap praktisi untuk bersikap dan bertindak secara hati-hati, menyeluruh dan tepat waktu sesuai dengan persyaratan penugasan.
Setiap praktisi harus memastikan tersedianya pelatihan dan penyeliaan yang tepat bagi mereka yang bekerja di bawah wewenangnya dalam kapasitas profesional.
Praktisi harus menjelaskan keterbatasan jasa profesional yang diberikan kepada klien, pemberi kerja, atau pengguna jasa profesional lainnya untuk menghindari terjadinya kesalahtafsiran atas pernyataan pendapat yang terkait dengan jasa profesional yang diberikan.
4.      Prinsip Kerahasiaanan
Prinsip kerahasiaan mewajibkan setiap praktisi untuk tidak melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :
a.       Mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis kepada pihak di luar KAP atau jaringan KAP tempatnya bekerja tanpat adanya wewenang khusus, kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkannya sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan lainnya yang berlaku; dan
b.      Menggunakan informasi yang bersifat rahasian yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis untuk keuntungan pribadi atau pihak ketiga.
Setiap praktisi harus tetap menjaga prinsip kerahasiaan, termasuk dalam lingkungan sosialnya. Setiap praktisi harus waspada terhadap kemungkinan pengungkapan yang tidak disengaja, terutama dalam situasi yang melibatkan hubungan jangka panjang dengan rekan bisnis maupun anggota keluarga langsung atau anggota keluarga dekatnya.
Setiap praktisi harus menjaga kerahasiaan informasi yang diungkapkan oleh calon klien atau  pemberi kerja harus mempertimbangkan pentingnya kerahasiaan informasi terjaga dalam KAP atau jaringan KAP tempatnya bekerja.
Setiap praktisi harus menerapkan semua prosedur yang dianggap perlu untuk memastikan terlaksananya prinsip kerahasiaan oleh mereka yang bekerja di bawah wewenangnya, serta pihak lain yang memberkan saran dan bantuan profesionalnya.
Kebutuhan untuk mematuhi prinsip kerahasiaan terus berlanjut, bahkan setelah berakhirnya hubungan antara praktisi dengan klien atau pemberi kerja. Ketika berpindah kerja atau memperoleh klien baru, praktisi berhak untuk menggunakan pengalaman yang diperolehnya sebelumnya. Namun demikian, praktisi tetap tidak boleh  menggunakan atau mengungkapkan setiap informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh sebelumnya dari hubungan profesional atau hubungan bisnis.
Situasi-situasi yang mungkin mengharuskan praktisi untuk mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia atau ketika pengungkapan tersebut dianggap tepat :
a.       Pengungkapan yang diperbolehkan oleh hukum dan disetujui oleh klien atau pemberi kerja;
b.      Pengungkapan yang diharuskan oleh hukum, sebagai contoh :
(i)        Pengungkapan dokumen atau bukti lainnya dalam sidang pengadilan; atau
(ii)      Pengungkapan kepada otoritas publik yang tepat mengenai suatu pelanggaran hukum; dan
c.       Pengungkapan yang terkait dengan kewajiban profesional untuk mengungkapan, selama tidak dilarang oleh ketentuan hukum :
(i)        Dalam mematuhi pelaksanaan penelaahan mutu yang dilakukan oleh organisasi profesi atau regulator;
(ii)      Dalam menjawab pertanyaan atau investigasi yang dilakukan oleh organisasi profesi atau regulator;
(iii)    Dalam melindungi kepentingan profesional praktisi dalam sidang pengadilan; atau
(iv)    Dalam mematuhi standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku.
Dalam memutuskan untuk mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia, setiap praktisi harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a)      Dirugikan tidaknya kepentingan semua pihak, termasuk pihak ketiga, jika klien atau pemberi kerja mengizinkan pengungkapan informasi oleh praktisi;
b)      Diketahui tidaknya dan didukung tidaknya semua informasi yang relevan. Ketika fakta atau kesimpulan tidak didukung bukti, atau ketika informasi tidak lengkap, pertimbangan profesional harus digunakan untuk menentukan jenis pengungkapan yang harus dilakukan; dan
c)      Jenis komunikasi yang diharapkan dan pihak yang dituju. Setiap praktisi harus memastikan tepat tidaknya pihak yang dituju dalam komunikasi tersebut.
5. Prinsip Perilaku Profesional
Prinsip perilaku profesional mewajibkan setiap praktisi untuk mematuhi setiap ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku, serta menghindari setiap tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Hal ini mencakup setiap tindakan yang dapat mengakibatkan terciptanya kesimpulan yang negatif oleh pihak ketiga yang rasional dan memiliki pengetahuan mengenai semua informasi yang relevan, yang dapat menurunkan reputasi profesi.
Dalam memasarkan dan mempromosikan diri dan pekerjaannya, setiap praktisi tidak boleh merendahkan martabat profesi. Setiap praktisi harus bersikap jujur dan tidak boleh bersikap atau melakukan tindakan :
a)      Membuat pernyataan yang berlebihan mengenai jasa profesional yang dapat diberikan, kualifikasi yang dimiliki atau pengalaman yang telah diperoleh
b)      Membuat pernyataan yang merendahkan atau melakukan perbandingan yang tidak didukung bukti terhadap hasil perkerjaan praktisi lain.